Senin, 27 Agustus 2007

SUARA BENING ANDREA BOCELLI


Dalam kehidupan, betapa sering kita meratapi kekurangan dan kelemahan yang ada dalam diri.Kita seolah tak ubahnya sekumpulan ketaksempurnaan yang membawa kita pada kesimpulan sendiri bahwa kita tak berarti dibanding orang lain. Terlalu sering kita hanya melihat apa yang tiada dalam diri kita, sementara kekuatan yang ada seolah hilang tersaput kabut pagi hari.

Namun apa yang kita lihat dari seorang Andrea Bocelli? Dalam kegelapan pandangan matanya, bersinar cahaya kehidupan. Dari ketinggian pegunungan Toscana ,Italia, sinar itu berpendar jauh ke sudut-sudut bumi. Dengarlah nyanyiannya, dan temukanlah kebeningan hatinya. Celino Dion bahkan berkata: "Jika Tuhan memiliki suara, pastilah suaranya seperti suara Andrea Bocelli."

Kebutaan, kegelapan, ternyata tidak menghalangi Andrea untuk menggali dan mempersembahkan talenta yang diberi Tuhan baginya. Sekeping talenta, suara itu , cukup untuk membawanya menjelajahi bumi ini untuk bertemu, berbagi dan berkomunikasi dengan orang-orang di negeri asing. Senandung sebagai sarana untuk membagikan perasaan dari hati dan jiwanya.


Andrea ,seperti halnya musisi besar yang senasib dengannya, telah memberi kita sebuah kesadaran. Bahwa kekurangan bukanlah kata akhir. Soalnya, kata Antony Robin, bukan apa yang terjadi dengan diri anda, tapi apa sikap anda dengan kejadian tersebut.

Barangkali inilah saatnya bagi kita untuk mendata segenap kemampuan kita dan melupakan apa saja yang menjadi kelemahan kita. Kekuatan kita, biarlah menjadi modal bagi kita untuk maju dan memberikan sesuatu bagi dunia dalam kehidupan yang singkat ini. Sementara kelemahan, biarlah itu menjadi cermin untuk membuat kita tetap rendah hati dan hormat kepada sesama. Gracia ,Andrea.





Jumat, 24 Agustus 2007

SAVE THE CHILDREN !!

Akhir-akhir ini betapa sering kita mendengar berbagai sering kita mendengar kekerasan yang sering dilakukan terhadap anak-anak. Penyiksaan fisik oleh orang tua kandung, saudara, bahkan penculikan dengan motif ekonomi menjadi berita yang kerap hadir di berbagai media. Dalam kerapuhan fisik dan mentalnya, anak-anak sering menjadi sasaran hasrat berkuasa orang dewasa. Mungkinkah ini merupakan pelampiasan ketidakmampuan mereka dalam bersaing dalam kehidupan sosialnya?


Penculikan anak TK bernama Raisya yang berakhir hari ini sekali lagi membuktikan bahwa kita telah menempatkan anak-anak yang polos itu menjadi korban orang dewasa yang penuh dengan keinginan berkuasa. Orang dewasa yang tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya kemudian menjadikan anak yang tak berdaya sebagai alat pemenuhan kebutuhannya itu. Pernahkah kita berpikir bagaimana perasaan takut yang dialami si anak ketika berhadapan dengan orang yang begitu kuat secara fisik? Seperti apakah kerusakan mental yang diakibatkan ketercekaman selama penculikan itu? Sebandingkah itu semua dengan nilai ekonomi yang diminta oleh si penculik? Penculikan selama 9 hari itu mungkin akan menyisakan trauma yang sulit terhapus sepanjang hidupnya yang masih sangat panjang.

Jika kita mencermati berita-berita penyiksaan yang sering dialami oleh anak-anak, barangkali diperlukan suatu gerakan untuk membangkitkan kesadaran bersama bahwa anak-anak memerlukan perlindungan dari kita para orang dewasa (orang tua). Begitu besar harapan mereka kepada kita untuk dapat membantu mereka menghadapi begitu banyak hal dalam hidup ini yang masih begitu bagi mereka. Tidakkah apa yang mereka rasakan juga sama seperti yang kita rasakan saat kita kecil dulu? Tidakkah kehadiran, perhatian dan pertolongan saudara yang lebih tua atau orang tua kita merupakan hal yang kita nanti-nantikan? mari kita selamatkan anak-anak dari segala beban penyiksaan. Merekalah masa depan kita.....

Selasa, 21 Agustus 2007

MAKNA SEBUAH KEMERDEKAAN

Bagi orang yang merasakan pedihnya hidup dalam keterjajahan, secara fisik maupun pemikiran, tiada yang lebih berharga dalam hidup ini selain bisa lepas bebas menjalani, meraih, mengungkapkan apapun yang menjadi aspirasi pribadi tanpa kekangan orang lain, lembaga, bahkan negara. Mereka bersedia mempertaruhkan nyawa untuk sebuah kemerdekaan itu. Namun seringkali setelah mendapatkan apa yang diimpikannya, seringkali orang bingung tentang apa yang harus dilakukan dengan 'kemerdekaan' yang telah ada dalam genggamannya. Seringkali orang justru kembali terjajah oleh kepicikan, keegoisan dan keserakahan dirinya sendiri. Dia, atau kita, terbelenggu dalam jerat-jerat kemerdekaan yang menawan kita untuk bangkit berlari menuju awan cita-cita yang telah lama kita damba-dambakan. Kreativitas yang subur saat ditindas orang lain justru sering menguap di benderang kemerdekaan fisik yang kita miliki. Yang tersisa hanya jiwa yang stagnan, rapuh dan dan seringkali justru berubah menjadi otoriter, tidak toleran dengan pikiran alternatif orang lain. Kita berubah menjadi seseorang yang dahulu kita justru kita lawan. Kemerdekaan, ternyata, bukanlah sesuatu yang berrsifat fisik. Dia ada jauh di kedalaman pikiran kita. Dalam ketersurukan bilik ruang yang sempit dan pengap, pikiran kita seringkali justru mampu membubung keluasan mega pemikiran yaang bernas dan abadi. Penjara di Boven Digul, pulau Banda yang asing, hanyalah sebuah tempat semata yang jauh dari hiruk pikuk keriangan. Namun dari sana, saudara, lahir kemerdekaan pikiran yang membawa bangsa ini dalam wujudnya saat ini. Salam Merdeka